Di sebuah showroom mobil, terpajang beragam jenis mobil dengan berbagai warna. Bahkan ada juga mobil yang harganya tergantung dengan warna mobil tersebut padahal fungsinya sama saja. Selain mobil, dalam membeli sesuatu pun pilihan-pilihan manusia terpengaruh oleh warna misalnya pakaian, cat untuk kamar, handphone, dan lain-lainnya. Bahkan jika sudah terpatok pada suatu warna tertentu, barang-barang yang lain berwarna seragam. Tapi dari manakah datangnya preferensi warna yang dimiliki manusia?
Dua orang psikolog, Stephen Palmer dan Karen Schloss dari UC Berkeley, menerapkan sudut pandang “tidak ada yang masuk akal di dunia biologi kecuali teori evolusi” yang dikemukakan oleh Theodosius Dobzhansky pada tahun 1973. Mereka menguji teori bahwa preferensi warna manusia itu adaptif. Maksudnya adalah manusia lebih cenderung bertahan hidup dan bereproduksi berhasil jika mereka tertarik pada objek dengan warna yang “terlihat baik” untuk mereka dan mereka akan menghindari objek dengan warna yang “tampak buruk “untuk mereka. Ide utamanya adalah semakin banyak umpan balik berdasarkan pengalaman ketika seseorang menerima warna tertentu yang berhubungan dengan pengalaman positif, semakin banyak individu akan cenderung menyukai warna itu. Misalnya jika manusia memiliki pengalaman-pengalaman positif dengan warna hijau karena melihat pohon teh laksana permadani, pohon yang meneduhkan, maka manusia itu akan cenderung menyukai warna hijau.
Stephen Palmer dan Karen Schloss melakukan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa secara umum, manusia menyukai warna cerah misalnya langit cerah dan air bersih (misalnya biru) dan tidak menyukai warna yang berhubungan dengan pengalaman negatif (misalnya cokelat yang berhubungan dengan makanan membusuk atau kotoran). Merah terang, biru, dan hijau, adalah warna yang paling banyak disukai.
Perbedaan warna yang digemari manusia menjadi berbeda karena setiap individu memiliki pengalaman yang berbeda-beda mengenai sebuah warna. Mungkin saya menyukai warna ungu karena mengingatkan pada dinding kamar ketika saya masih kecil dan banyak kenangan yang indah di dalamnya, atau mungkin Anda menyukai warna kuning karena mengingatkan pada optimisme sinar matahari di pagi hari.
Preferensi ini dikuatkan oleh industri makanan dengan menciptakan perwarna makanan. Contoh kecilnya ada di sekitar kita yaitu di pedagang buah. Seseorang enggan melihat semangka yang tidak merah atau mangga yang tidak kuning, oleh karenanya buah-buahan itu dicelup ke perwarna, selain agar penjualannya meningkat, tetapi juga untuk memenuhi preferensi manusia. (Nia Janiar)
Sumber:
Fields, Douglas R. (2011, 1 April). Psychology Today: Why We Prefer Certain Colors. Psychology Today [Online]. Tersedia: http://www.psychologytoday.com/blog/the-new-brain/201104/why-we-prefer-certain-colors
Sumber: http://ruangpsikologi.com/kesehatan/asal-usul-preferensi-warna-yang-dimiliki-manusia/#ixzz3KLM35YbU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar